Keli Mutu, Danau Kawah Tiga Warna

ANGIN meniup cemara gunung yang lebat di sekeliling danau, suaranya khas, dimeriahkan dengan kicauan burung yang nyaring dan tiada hentinya. Burung garugiwa (Pachycephala nudigula), pengoceh beragam suara yang ramai antara pukul 06.30-09.30 dan sore hari mulai pukul 15.00. Keagungan suara alam di alam yang mengagumkan, adalah tempatnya. 

Langit kelam, hanya satu dua bintang yang tampak cemerlang, perlahan berganti merah kekuningan. Wisatawan mancanegara dan wisatawan Nusantara begitu bergairah menanti matahari terbit.

Seujung kuku bola api raksasa mulai muncul dari balik awan. Matahari merah menyembul perlahan di ufuk timur. Bulatannya semakin jelas, rombongan wisatawan semakin bersemangat mengabadikan momen ketika matahari dapat dilihat secara langsung.

Dari ketinggian tubir kawah Keli Mutu (1.640 m dpl), kehadiran matahari menerangi alam raya disambut dengan penuh gairah. Penjual makanan ringan dan minuman hangat, sudah menjajakan jualannya di dasar tugu, sebagai penanda titik tertinggi di danau kawah Kelimutu, tempat para wisatawan berkumpul. 

Keli Mutu itu gunungapi aktif dengan danau kawah tiga warna yang sangat khas dan langka. Keajaiban itu hanya ada di Indonesia, di Flores, di Kabupaten Ende. Ketiga kawah itu adalah: Tiwu Ata bupu, tempat bersemayamnya arwah para orang tua dan jompo, Tiwu Koofai Muwamuri Jemu, tempat arwah orang yang meninggal pada masa usia remaja, dan Tiwu Ata Polo, tempat roh jahat atau yang tidak baik.

Warnanya berubah-ubah sesuai dengan keaktifan gunungapinya. Misalnya, ketika jumlah belerang meningkat, maka warna yang akan direfleksikan menjadi warna hijau toska, dan bila kemudian belerangnya semakin meningkat, warna air danau akan terlihat putihsusu.

Luas ketiga danau kawah itu sekitar 1.050.000 m persegi, dengan volume air ketiga danau kawah 1.292.000 m kubik. Ketinggian dinding kawahnya antara 50-150 m.

Bualan-bualan belerang di danau kawah Keli Mutu terlihat seperti yang bergolak, dan puncak gunung laksana membara. Di saat tenang, Keli Mutu dengan tiga danau kawahnya telah memesonakan begitu banyak orang yang sengaja datang dari berbagai belahan dunia.

Menurut warga setempat, seperti pernah dialami oleh Wempi, warga Kampung Wologai, pada saat ia berkemah bersama rekannya di tengah hutan karena sedang ada pekerjaan membersihkan jalur lintasan geotrek dari Wologai sampai danau. Konon, menurut dia, kehidupan dunia gaib di danau itu terbalik waktunya dengan apa yang terjadi pada manusia. Justru pada malam hari mereka itu beraktivitas.

Pada saat hening itulah Wempi mendengar suara-suara musik, bahkan suara ambulan, yang terdengar semakin nyata. Namun ia sudah terbiasa mendengar suara-suara itu, sehingga tidak merasa takut.

Keli Mutu merupakan gunungapi berlapis (gunungapi strato), dibangun oleh endapan piroklastika hasil letusan eksplosif yang menyemburkan berbagai material letusan seperti abu, pasir, kerikil (lapilli), bom gunungapi, dan letusan efusif yang melelerkan lava.

Menurut Kemmerling (1929), kedalaman Tiwu Ata Bupu - 67 m air kawahnya berwarna biru, Tiwu Koofai Muwamuri Jemu - 127 m, warna air danau kawahnya kehijau-hijauan, dan Tiwu Ata Polo - 64 m, dengan warna air danau merah. Jumlah air pada saat itu, Tiwu Ata Bupu 345.000 m3, Tiwu Koofai Muwamuri Jemu 501.000 m3m, dan Tiwu Ata Polo 446.000 m3.

Perubahan warna tiga danau kawah di kompleks Keli Mutu yang paling sering berubah adalah air Tiwu Ata Bupu, seperti dari putihsusu ke hijau ke biru-hijau ke hijau telurasin, ke biru muda, ke kopisusu, ke hijau muda, ke hitam, ke coklat tua.

Keli Mutu merupakan gunungapi generasi ketiga yang masih aktif, pembentukannya dimulai dari pembentukan Gunung pra Sokoria, gunungapi yang sangat besar, lalu meletus dahsyat dengan bukaan ke arah selatan. Material letusannya berupa ignimbrit, breksi, dan lava, yang kini keadaannya sudah mengalami pengubahan hidrotermal (alterasi).

Bebatuan yang ada di dalam tubuh gunung diledakkan ke angkasa, sehingga terdapat kekosongan di dalam tubuh gunung, menyebabkan bagian tubuhnya retak-retak kemudian ambruk membentuk kaldera dengan garis tengah sekitar 12 km. 

Setelah terbentuknya kaldera Gunung pra Sokoria, dari dalam kaldera itu lahir Gunung Sokoria. Gunung ini pun kemudian meletus dahsyat dengan bukaan ke arah selatan, membentuk kaldera Sokoria yang luas, dengan garis tengahnya sekitar 8 km.

Dari kaldera Sokoria kemudian lahir Keli Mutu Tua Keli, kemudian meletus dengan bukaan ke selatan. Material letusannya berupa lava dan jatuhan piroklastik.

Setelah itu lahir Keli Mutu Muda, kemudian meletus dengan material letusan berupa lava, jatuhan piroklastik, dan lahar. Sisa kawah Keli Mutu Muda berupa gawir/tebing di timurlaut dan baratdaya Tiwu Ata Polo – Tiwu Koofai Muwamuri Jemu. Kawah Keli Mutu Muda kemudian hancur oleh letusan Tiwu Ata Polo dan Tiwu Koofai Muwamuri Jemu.

Di kampung adat sekeliling Keli Mutu, ada upacara memberi makan leluhur, memberikan persembahan berupa binatang yang harus didapat dari alam liar dan persembahan lainnya. Inti dari pengharapannya adalah tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dari Keli Mutu, warganya diberi keselamatan, dan hasil tani yang mencukupi. Kini, setiap tanggal 14 Agustus, diadakan upacara bersama seluruh adat untuk mempersembahkan makan kepada para leluhur yang bertempat di Keli Mutu.***

 

Artikel ini sudah ditayangkan pada Pikiran Rakyat tanggal 16 November 2018. Sumber : https://www.pikiran-rakyat.com/kolom/2018/11/16/keli-mutu-danau-kawah-tiga-warna-433338

Diposting oleh: Admin Web, 01 Nov 2019

Media Sosial


Statistik Pengunjung

  • Pengunjung Hari Ini: 18
  • Pengunjung Kemarin: 78
  • Total Pengunjung: 78589