Keditjenan Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem

Kawasan hutan konservasi dan kawasan konservasi perairan atau yang disebut dengan kawasan konservasi merupakan bagian-bagian dari perwakilan tipe ekosistem alami yang saat ini dikelola untuk dipertahankan agar tetap dengan kondisi alaminya di masa mendatang. Kawasan konservasi terdiri atas kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, taman hutan raya, taman buru serta kawasan suaka alam/kawasan pelestarian alam. Hingga saat ini, kawasan konservasi di Indonesia terdiri atas 568 unit kawasan yang meliputi area terestrial dan perairan seluas 27 Juta Ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Didalam kawasan konservasi terdapat sumber daya alam hayati dan ekosistem atau lebih tepat disebut sebagai keanekaragaman hayati yang merupakan bagian terpenting dari sumber daya alam yang saat ini harus kita jaga. Peranan dan manfaatnya sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup yang tidak tergantikan membuatnya menduduki peranan penting dan strategis bagi kehidupan seluruh umat manusia. Nilai keberadaan keanekaragaman hayati melingkupi seluruh aspek kehidupan di muka bumi ini. Oleh karenanya dibutuhkan upaya konservasi secara optimal untuk menjaga keberlanjutannya sehubungan dengan keberlanjutan kehidupan umat manusia.

Untuk menjaga keberlangsungan keanekaragaman hayati dan spesies, pemerintah secara dinamis menetapkan status perlindungan dimana saat ini terdapat kurang lebih 900-an spesies satwa yang terdaftar sebagai spesies dilindungi yang tertuang kedalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi . Penerapan peraturan tersebut diimbangi dengan upaya konservasi yang selalu mengedepankan prinsip 3P yaitu perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara optimal dimana perlindungan sistem penyangga kehidupan dilakukan melalui penetapan dan pengelolaan kawasan konservasi, cagar biosfer serta bentuk-bentuk perlindungan eksosistem lainnya. Upaya pengawetan keanegaragaman hayati dilakukan terhadap keanekaragaman spesies dan genetik serta pemanfaatan secara lestari dilakukan terhadap potensi keanekaragaman hayati yang tersedia yang dilakukan dengan penuh kehati-hatian karena keberadaan sumber daya alam hayati yang bersifat irreversible atau tidak dapat diubah.

Upaya-upaya konservasi diatas tidak lepas dari peranan organisasi, dalam hal ini Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem yang berada di bawah Kementerian Kehutanan yang bertugas dan bertanggung jawab untuk memenuhi tujuan dalam upaya 

konservasi yang telah berlangsung lama. Secara rinci bertugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya. Pedoman dasar dalam pengelolaan kawasan konservasi tertuang dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya dan lebih ditegaskan lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan KSA dan KPA, namun seiring perkembangannya serta melihat kedayagunaan Undang-Undang tersebut selama lebih dari 30 tahun, maka Pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta DPR RI bersepakat bahwa perlu dilakukan perubahan yang bersifat penyesuaian dan penguatan substansi yang kemudian tertuang dalam UU Nomor 32 Tahun 2024 Tentang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Perubahan Undang.

Untuk mewujudkan pengelolaan kawasan konservasi yang efektif dan efisien, kawasan konservasi yang telah ditetapkan tersebut di kelola dibawah organisasi Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam / Balai Taman Nasional dengan masing-masing karakteristik unik dan nilai penting kawasan yang ada didalamnya sehingga dapat dikelola secara optimal dan lestari. Sampai dengan saat ini terdapat 74 UPT pengelola kawasan konservasi dibawah Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain itu sebagai dukungan terhadap pengelolaan di tingkat tapak, juga diperlukan direktorat teknis untuk mengawal segala proses upaya dan tujuan konservasi yang akan di capai. Didalam Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem terdapat 5 Direktorat Teknis, yaitu Direktorat Perencanaan Konservasi yang memiliki tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan dan kerja sama pada kawasan konservasi, dimana segala proses perecanaan penetapan di dalam kawasan konservasi berupa zonasi di taman nasional maupun blok pada balai konservasi sumberdaya alam. Direktorat Konservasi Kawasan memiliki tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian dan evaluasi pengelolaan, perlindungan, pengamanan, dan pengendalian kebakaran hutan pada kawasan konservasi. Direktorat Konservasi Spesies dan Genetik mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang konservasi spesies dan genetik yang secara mendalam melakukan prinsip pengawetan spesies dan genetik tumbuhan dan satwa liar agar tetap lestari. Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pemanfaatan, pengembangan, dan pemasaran pemanfaatan jasa lingkungan pada kawasan konservasi, dimana pemanfaatan kawasan berupa jasa lingkungan wisata alam menjadi potensi yang harus terus dikembangkan dengan tetap berdasar pada prinsip konservasi. Direktorat Pemulihan Ekosistem dan Bina Areal Preservasi mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pemulihan ekosistem, dan pembinaan pengelolaan areal preservasi. Areal preservasi ini menjadi perhatian baru karena termasuk kedalam penguatan Undang-Undang konservasi yang telah diubah, dimana memiliki peranan sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan yang berada diluar kawasan konservasi yang telah ditetapkan. Areal ini dapat berupa (a) Daerah penyangga KSA, KPA, dan kawasan konservasi di perairan, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; (b) Koridor ekologis atau ekosistem penghubung; (c) Areal dengan nilai konservasi tinggi; (d) Areal konservasi kelola masyarakat; (e) Daerah perlindungan kearifan lokal. Selanjutnya untuk mendukung kebutuhan administrasi organisasi, Direktur Jenderal dibantu oleh Sekretaris Direktur Jenderal yang bertugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan direktorat jenderal.

Kawasan konservasi merupakan kawasan yang sangat unik dengan pengelolaan yang begitu kompleks, dimana keberadaan keanekaragaman hayati perlu untuk dijaga namun juga terdapat potensi ekonomi untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Gejolak dan polemik ini selalu timbul, konflik satwa dengan manusia rasanya tidak pernah ada habisnya. Seperti berita yang sempat viral mengenai Kapten Rahmat, seekor Gajah dalam flying team squad Taman Nasional Tesso Nilo yang berperan untuk menghalau gajah-gajah liar masuk kedalam pemukiman agar tidak merusak tanaman yang dimiliki oleh masyarakat namun akhirnya ditemukan tewas dengan gadingnya yang sudah hilang. Hal ini menjadi perhatian luas di masyarakat yang menjadi penanda bahwa terdapat permasalahan lain di masyarakat yaitu masalah ekonomi. Untuk mengatasi permasalahan yang bagaikan pisau bermata 2 tersebut, diaturlah peraturan mengenai perijinan didalam kawasan konservasi. Permasalahan terhadap konflik masyarakat dituangkan kedalam Peraturan Direktorat Jenderal KSDAE Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Peraturan ini menjadi solusi atas keterlanjuran yang terjadi di kebun masyarakat yang berada di dalam kawasan konservasi, menurut Barber et al (1997) dalam Wiratno (2024), banyak masyarakat yang sudah lama memadukan pelestarian dan pengolahan lahan hutan, dan mungkin dapat melanjutkannya jika diberi dukungan dan sumber daya yang diperlukan untuk menyesuaikan cara tradisional itu pada perubahan lingkungan sosial dan ekonomi.

Selain permasalahan ekonomi masyarakat, pengetahuan akan peraturan yang sudah ada juga seharusnya menjadi perhatian yang penting. Pada kasus gajah rahmat perhatian besar diberikan oleh masyarakat karena sudah diketahui oleh masyarakat luas bahwa gajah merupakan hewan yang dilindungi, namun pada kasus viral lain yang terjadi pada seorang warga bali yang memelihara Landak Jawa (Hystrix javanica), dimana warga tersebut dituntut 5 tahun penjara karena memelihara hewan dilindungi dan akhirnya publik memberikan atensi yang besar pada kasus tersebut. Peraturan mengenai jenis tumbuhan dan satwa liar dilindungi sudah sangat jelas tertuang dan sanksi yang dikuatkan pada peraturan perundang-undangan, namun masih perlu adanya sosialisasi yang masif kepada masyarakat.

Seperti yang kita ketahui, bahwa konservasi dan masyarakat merupakan 2 hal yang tidak dapat dipisahkan. Selain pada skema kemitraan konservasi yang didasarkan atas dasar keterlanjuran, pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi juga menjadi solusi dan upaya mitigasi terhadap ancaman pada kawasan konservasi oleh masyarakat. Pada arahan Direktur Jenderal KSDAE, Wiratno (2018) bahwa menempatkan masyarakat sebagai subyek atau pelaku utama dalam berbagai model pengelolaan kawasan, pengembangan daerah penyangga melalui ekowisata, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK), jasa lingkungan, air, patroli kawasan, penjagaan kawasan, restorasi kawasan, pengendalian kebakaran, budidaya dan penangkaran satwa, penanggulangan konflik satwa, pencegahan perburuan dan perdagangan satwa. Peran pemberdayaan ini juga menguatkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.43/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 Tentang Pemberdayaan Masyarakat Di Sekitar Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam.

Optimalisasi lainnya dalam pengelolaan kawasan konservasi dapat dilakukan dengan kerjasama yang baik dari berbagai pihak. Salah satunya adalah dengan kerja sama penyelenggaraan di kawasan konservasi yang merupakan kegiatan bersama para pihak yang dibangun atas kepentingan bersama dengan berpegang pada prinsip 3M (mutual respect, mutual trust, mutual benefit) untuk optimalisasi dan efektivitas penyelenggaraan kawasan. Kerja sama penyelenggaraan kawasan konservasi ini bertujuan mewujudkan penguatan tata kelola penyelenggaraan kawasan konservasi dan konservasi keanekaragaman hayati. Kerja sama ini menjadi salah satu kebutuhan penting dalam upaya pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia. Terdapat 2 skema kerjasama, yaitu kerjasama Penguatan Fungsi dimana kerjasama ini menguatkan fungsi konservasi yang ada seperti contohnya berupa penyelamatan populasi satwa maupun pengelolaan lain. Selain itu juga terdapat skema kerjasama Pembangunan Strategis yang Tidak Dapat Dielakkan, dimana kerjasama ini memuat pembangungan didalam kawasan konservasi yang peruntukannya untuk kepentingan masyarakat luas, seperti pembangunan jalan didalam kawasan yang menghubungkan antar wilayah sehingga hanya dapat dilalui didalam kawasan konservasi ataupun pembangunan menara komunikasi. Perijinan terhadap kerjasama ini tertuang 

kedalam Peraturan Menteri LHK Nomor P.44/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 tentang Tata Cara Kerja Sama Penyelenggaraan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (KSA dan KPA).

Pada saat ini dan di masa mendatang prioritas konservasi keanekaragaman hayati akan terus menjadi perhatian. Strategi konservasi dari Convention on Biological Diversity (UN-CBD) sampai dengan tahun 2030, mengikat pemerintah Indonesia dalam ketercapaiannya. Harapan untuk konservasi keanekaragaman hayati Indonesia di masa datang tentu saja adalah lestarinya alam Indonesia untuk dapat kita wariskan kepada generasi mendatang dan menjadi tanggungjawab yang harus terus diemban hingga waktu yang tidak dapat ditentukan.

Daftar Pustaka

Barber,C.V., Affiff, S., Purnomo, A., & Malik, M .1997. Meluruskan Arah Pelestarian Keanekaragaman Hayati dan Pembangunan di Indonesia. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Wiratno. 2018.Sepuluh Cara (Baru) Mengelola Kawasan Konservasi di Indonesia Membangun “Learning Organisation”. Ditjen KSDAE, Jakarta.

Wiratno. 2024. Evolusi Pengelolaan Taman Nasional “Perubahan Paradigma dan Praktik Pengelolaan TN Gunung Leuser, TN Bukit Dua Belas dan TN Lore Lindu.Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.


  Unduh File

Diposting oleh: Admin Web, 12 Feb 2025

Media Sosial


Statistik Pengunjung

  • Pengunjung Hari Ini: 14
  • Pengunjung Kemarin: 82
  • Total Pengunjung: 96888