KEPAK SENYAP ELANG FLORES, RAPTOR BERSTATUS TERANCAM PUNAH

RAHMADI R

18 JUN 2019

 

  • Elang flores [Nisaetus floris] merupakan jenis pemangsa yang tersebar di Pulau Lombok, Sumbawa, serta pulau kecil Satonda dan Rinca, dan tentunya Pulau Flores, Nusa Tenggara
  • Populasinya berkisar antara 100-240 individu dewasa. Badan Konservasi Dunia IUCN [International Union for Conservation of Nature] menetapkan statusnya Kritis [Critically Endangered/CR] atau satu langkah menuju kepunahan di alam
  • Dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi [SRAK] Elang Flores tengah disusun, diperlukan peran serta berbagai pihak dalam hal penyelamatan jenis ini dari ancaman kepunahan
  • Pembentukan kelompok Jata Bara, pemantau elang flores telah dilakukan. Pembangunan sarana dan peralatan penunjang aksi konservasi sangat dibutuhkan

 

Satu individu elang flores [Nisaetus floris] betina terlihat di kandang perawatan di kantor Resort Wolojita, Balai Taman Nasional Kelimutu [TNK]. Kaki kirinya terluka.

Tiga hari sekali petugas resort memberinya makan. Ayam sebagai santapannya harus hidup. Kalau sudah mati dan dipotong-potong, burung ini enggan memakannya. “Kami harus memberinya ayam kampung ukuran sedang, jangan yang tua. Kakinya terluka dan kemungkinan patah,” sebut Antonius Molik Menua, Polisi Hutan Balai Taman Nasional Kelimutu, Resort Wolojita, Jumat [03/5/2019].

Balai TNK kata Antonius, masih menunggu ahli dari Jawa Barat untuk melihat kondisinya. Jika tidak memungkinkan dirawat di Wolojita, elang berukuran 60-80 cmini, akan dibawa ke Jawa untuk dirawat hingga sembuh.

Almarhum Bupati Ende, Marselinus YW Petu kepada awak media di Kupang, Rabu [10/4/2019] pernah mengatakan, populasi burung ini diperkirakan sekitar 10 individu di sekitar kawasan TNK.

Marsel, sapaannya mengatakan, elang flores menginspirasi Soekarno, sang proklamator yang juga presiden pertama Indonesia, menetapkan warna bendera negara. Soekrano saat itu diasingkan di Ende, pada 1934-1938.

“Elang flores dadanya putih. Lima tahun terakhir kami menggelar Parade Kebangsaan, burung ini terlihat di langit Kota Ende,” tuturnya.

Baca: Burung Langka: Elang Flores, Sang Pemangsa Yang Kian Termangsa

 

Elang flores betina yang berada di sangkar Resort Wolojita, Balai Taman Nasional Kelimutu [TNK]. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Kritis

Flores Hawk-eagle merupakan jenis elang yang menyukai hutan tropis dataran rendah dan submontana lembab hingga ketinggian 1.700 meter di atas permukaan laut. Meski namanya elang flores akan tetapi persebarannya hingga Pulau Lombok, Sumbawa, serta pulau kecil Satonda dan Rinca. Tentu saja, sebagaimana namanya, burung pemangsa ini hidup di Pulau Flores, Nusa Tenggara.

Populasinya saat ini berkisar antara 100-240 individu dewasa. Badan Konservasi Dunia IUCN [International Union for Conservation of Nature] menetap statusnya Kritis [Critically Endangered/CR] atau satu langkah menuju kepunahan di alam karena jumlahnya yang cenderung menurun.

Pemerintah melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi menetapkan elang flores sebagai jenis dilindungi.

 

Elang flores yang patah kaki dirawat di kandang di kantor Resort Wolojita, Balai Taman Nasional Kelimutu [TNK]. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Sejatinya, berdasarkan Surat Dirjen PHKA Nomor S.20/IV-KKH/2015, elang flores masuk dalam 25 satwa prioritas terancam punah yang harus ditingkatkan populasinya sebanyak 10 persen hingga 2019, berdasarkan kondisi biologis dan ketersediaan habitat.

“Untuk mencapai hasil optimal, dibutuhkan dukungan berbagai pihak baik itu pemerintah pusat, pemerintah daerah, NGO dan masyarakat lokal,” terang Kepala Balai TNK, Persada Agussetia Sitepu, Jumat [03/5/2019].

Dukungan multipihak tersebut, kata Agus, akan dikembangkan menjadi dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi [SRAK] Elang Flores. Ini sudah dituangkan dalam pertemuan awal, Maret 2019, yang melibatkan pihak terkait.

Kawasan sekitar Taman Nasional Kelimutu di Kabupaten Ende, Flores, NTT, merupakan salah satu habitat elang flores. “Di wilayah Wolojita, ada tiga sarang aktif. Di Waturaka [satu sarang] dan juga di Wologai. Total, lima sarang. Di Wolojita, kami sudah latih pemandu untuk melihat raptor terancam punah ini,” sebut Agus.

 

Populasi elang flores berkisar antara 100-240 individu dewasa. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Pantau elang

Memantau langsung kehadiran elang flores merupakan tantangan tersendiri. Mongabay Indonesia bersama rekan INFIS [Indonesia Nature Film Society] coba melihat langsung jenis ini di alam. Tim dibagi dua. Satu tim memantau dari jalan raya, bagian lembah dekat perkampungan. Tim berikutnya memantau di perbukitan, kawasan hutan adat Otoseso.

“Kita harus beli sirih pinang dan rokok untuk menghormati leluhur dan para penjaga hutan adat ini. Sirih pinang diletakkan di Tubu Musu [semacam altar persembahan] agar leluhur merestui,” tutur Sevarius Tabe [64].

Sevarius merupakan ketua kelompok pemantau elang flores di Wolojita, beranggotakan 11 orang. Kelompok Jata Bara [elang flores dalam Bahasa Lio] terbentuk sudah lama, tapi diresmikan pada 2018 oleh TNK.

“Kalau ada wisatawan datang, baru kami antar memantau elang flores. Terkadang melihatnya tidak lama. Tahun lalu saya antar wartawan asing tidak sampai sejam elang muncul,” tuturnya.

 

Sevarius Tabe, Ketua Jata Bara, memantau elang flores di hutan Otoseso, Wolojita, Kabupaten Ende. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Begitu juga dengan kami, satu jam menunggu, sang elang terlihat di sarangnya. Namun, tidak lama, ia kembali terbang mencari mangsa.

Menurut Sevarius, hutan di sekitar Gunung Kelibara merupakan habitat elang flores. Hingga 1980-an, kata dia, jenis ini sering terbang di atas langit Wolojita, tetapi karena sering diburu populasinya berkurang.

Jumlahnya ada sekitar empat individu, termasuk satu ekor yang dirawat di kandang Resort Wolojita.

“Kami minta pihak TNK bangun menara pemantau. Juga disiapkan peralatan seperti teropong dan membuat papan imbauan agar masyarakat tidak menembak burung pemangsa ini,” pintanya.

 

Peta tutupan lahan kawasan Taman Nasional Kelimutu. Foto: Balai Taman Nasional Kelimutu

 

Hentikan perburuan

Yolus Dhalu, sekertaris kelompok Jata Bara usai “Workshop Elang flores” di Ende beberapa waktu lalu menjelaskan, pemantauan setahun oleh kelompoknya menunjukkan ada 4 individu elang flores di Wolojita, tepatnya dua pasang.

Keunikannya, kata Yolus, pada bulunya. Bagian perut dan kepala berwarna putih. Atas hingga ekor cokelat kehitaman. Elang kecil, warna bagian atasnya hitam, ketika beranjak dewasa menjadi cokelat kehitaman.

“Semua elang jantan berwarna putih dan hanya sedikit hitam di kepala. Unutk melihatnya di hutan adat Otoseso harus sebelum jam 10 pagi,” jelasnya.

Sevarius berharap, jumlah elang flores yang terbatas dijaga ketat. Pemerintah harus gencar mengeluarkan seruan atau pemberitahuan agar masyarakat tidak mengejar, sekaligus mengantisipasi hadirnya pemburu.

“Pemerintah harus gencar sosialisasi pentingnya satwa liar dan elang flores yang dilindungi. Keberadaan para pemburu membuat sejumlah burung mulai sulit dijumpai,” tandasnya.

Media Sosial


Statistik Pengunjung

  • Pengunjung Hari Ini: 70
  • Pengunjung Kemarin: 78
  • Total Pengunjung: 78641